Ahad, 8 April 2017 pagi. Mentari bersinar cerah sekali. Langit membiru. Cakrawala benderang. Burung beterbangan. Riang. Mas Nahidl Silmy telah menjemput mengantarkan kami menuju kampus Universitas Islam Madinah (UIM). Universitas Islam Madinah (al-Jami’ah al-Islamiyyah bil Madinah al-Munawwarah) adalah sebuah perguruan tinggi negeri di Arab Saudi. di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi Arab Saudi yang didirikan pada 29 Rabiul Awal 1381 H (6 September 1961). Universitas yang terletak di Kota Madinah, Propinsi Madinah ini berdiri berdasar keputusan resmi Raja Saud bin Abdul Aziz tentang Pembangunan perguruan tinggi yang dikhususkan untuk mempelajari ilmu syariah dan keagamaan di Kota Madinah. UIM menaungi beberapa Fakultas antara lain: Fakultas Syariah, Fakultas al-Qur’an dan Studi Islam, Fakultas Hadits dan Studi Islam, Fakultas Dakwah dan Ushuluddin , Fakultas Bahasa Arab, Institut Pengajaran Bahasa Arab untuk Non-Penutur Bahasa Arab.
Rector UIM terakhir adalah Prof. Dr. Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad as Sanad.Namun, karena beliau Diangkat menjadi Ketua Umum Badan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Arab Saudi, maka posisinya digantikan oleh PJS yakni Wakil Rektor Bag. Pengajaran: Prof. Dr. Ibrahim bin Ali Al-Ubaid. Di UIM selain ada Wakil Rektor Bag. Pengajaran, juga terdapat Wakil Rektor (Prof. Dr. Ahmad bin Abdullah bin Hasan Katib), Wakil Rektor Bag. Pengembangan (Prof. Dr. Mahmud bin Abdurrahman Qodah) Wakil Rektor Bag. Kerjasama Internasional dan Pertukaran Pengetahuan (Dr. Rabah bin Rudhaiman Al-Anzi), Wakil Rektor Bag. Pascasarjana dan Riset Ilmiah (Dr. Abdurrahman bin Rajaullah Al-Ahmadi).
Sehari sebelumnya, sebenarnya kami sempat diantar Mohamaad Isa berkunjung ke UIM. Namun, kala itu mobil tak diijinkan masuk melalui gerbang utama. Namun, pada Ahad ini ternyata mobil dipersilahkan jalan, tanpa melalui proses pemeriksaan, dan cukup dilihat dari kejauhan.
Lho kenapa bisa beda perlakukan, meskipun pemeriksaan masih sama orang yang melakukan ?. itulah pertanyaan yang berkecamuk di hatiku, dan tiba-tiba mas Nahidl menjelaskan seolah tahu isi kepalaku. ”Hanya para dosen dan pegawai plus mahasiswa Doktoral yang bisa masuk tanpa pemeriksaan”, kata sang kandidat Doktor asal Rembang ini.
”Bagaimana penjaga bisa diketahui bahwa penumpangnya masuk tiga kategori tadi ?, tanya Wawan pelan. Ekspresi wajahnya memperlihatkan bahwa di kepalanya tengah berjejal rasa penasaran.
”Ini”, tukas mas Nahidl sembari telunjuknya mengarah pada kartu yang diletakkan di kaca, tepat di depan setiran mobilnya, ”Kartu merah ini sebagai kartu sakti, sehingga kita dapat keluar masuk secara leluasa sepanjang hari”.
Selama kunjungan kami berencana mengunjungi Biro Urusan Perpustakaan (Kepala Biro Dr. Abdullah bin Sulaiman Al-Ghufaili) berikutnya Biro Bidang Alumni (Kepala biro: Dr. Abdul Aziz bin Mabruk Al-Ahmadi). Selain kedua Biro itu, UIM juga memiliki beberapa biro lain seperti Biro Penerimaan dan Pendaftaran (Dr. Isa bin Shalah Ar-Rahbi), Biro Kemahasiswaan (Kepala biro: Dr. Husain bin Syarif Al-Abdali), Biro Pelayanan Masyarakat (Kepala biro: Dr. Fahd bin Muthi’ Al-Maghdawi), Biro Studi Pascasarjana (Prof. Dr. Abdul Razaq bin Farraj As-Sha’idi), Biro Riset Ilmiah, Biro Pengembangan dan Manajemen Akademik (Kepala biro: Dr. Nasir bin Abdullah Al-Ahmadi), Biro Pengajaran Online dan Pembelajaran Jarak Jauh (Kepala biro: Dr. Umar bin Ibrahim Nursaif), Biro Akreditasi Akademik dan Kualitas (Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Utaibi), Biro Teknologi Informasi (Dr. Muhammad bin Yusuf Ahmad Afifi).
Singkat cerita, mas Nahidl mengantarkan kami menemui Prof. Dr. Syekh Abdullah bin Sulaiman Al Ghufaili, Kepala Biro urusan Perpustakaan Utama Universitas Islam Madinah. Minuman khas Arab segera disajikan, ketika kami telah duduk pada kursi yang disediakan. Minuman itu Qohwah namanya, berarti kopi dalam bahasa Indonesia. Kopi dituangkan dalam cangkir kecil ukurannya, dalam kondisi panas suhunya, sehingga bagi orang seperti saya lidahnya tak bakalan kuat untuk menyeruputnya. Setelah agak dingin, kopi segera kusedot pelan. Masya Allah… ternyata dari rasa sama sekali tak merefleksikan kopi sebagaimana sebutannya. Minuman panas menyengat itu lebih tepat dinamakan jamu, sebab komposisi rasa justru mirip dengan adonan kapulaga, jahe, kencur atau apapun tambahannya. Terus terang perutku terasa agak mual karenanya. Namun sang tuan rumah justru menawarkan tambahan karena kopi di tangan sudah habis kami telan. ”Kholas ya Syeikh…. syukron: sudah cukup ya pak, terima kasih”, tolak Fakhry pelan sekali.
Tak banyak informasi kami dapatkan selama pertemuan, kecuali masing-masing kami diberi segebok buku untuk kenang-kenangan. Sebab, Al Ghufaili justru sibuk berdebat dengan staf di depan kami. Hanya sesekali ia melihat ke arah kami, dengan ucapan : Baarakallah. Setelah itu ia kembali asyik masuk dalam perdebatan tadi. ”Perilaku” ini tidak hanya sekali, melainkan dilakukan berulangkali. ”Aneh…”, gerutuku dalam hati, ”sebab perdebatan pimpinan vs. Staff ini dari norma apapun sebenarnya tak pantas dilakukan ketika ada tamu apalagi berada di hadapan”.
Oleh Prof. Al Ghufaili kami diarahkan untuk melakukan penelusuran Literatur bersama Muhammad Yaqub, Pustakawan Universitas Islam Madinah. Figur inilah yang justru penuh perhatian, mengantarkan kami menelusuri koleksi universitas terkait peradaban Islam. Banyak koleksi buku alias kitab super tua telah dikumpulkan, semua disimpan sebagai koleksi berharga tak terhitungkan. Naskah tertua tercatat di tahn 40 H, berisi tentang Isra’ Mi’raj yang ditaklif Khalifah Ali bin Abu Tholib. Perpustakaan ini memili 40 ribu koleksi manuskrip, baik berisi Al Qur’an maupun Tarikh (sejarah). Semua manuskrip itu juga dibuat dalam mikro film, dimans setiap mikrofilm berisi sekitar 5000 buah buku. Walhasil, jika 40.000 dikalikan 5000 maka total jendral dari koleksi naskah tua itu mencapai 200 juta naskah.
”Subhanallah..Bagaimana cara koleksi dilakukan” tanya Fakhry pelan sekali. Suaranya nyaris sama dengan sebuah gumaman saja.
”Semua diperoleh dengan jalan tukar-menukar”, tukas Muhammad Yaqub tangkas, ”Jika anda ingin mengetahui semua koleksi yang kami punya, dapat dilihat dari iu.edu.sa”.
Selain koleksi buku dan manuskrip, nilai lebih yang dipunyai perpustakaan ini adalah: disediakannya kamar-kamar khusus bagi mahasiswa doktoral yang sedang mengerjakan tugas-tugasnya. ”Inilah ruang-ruang untuk mengasingkan diri”, jelas mas Nahidl memberi contoh pada kami.
Putar-putar ”perpustakaan” membuat kaki agak kelelahan. Pegal. Namun, melihat koleksi sangat berharga ini, telah memaksa kami kami melupakan rasa linu yang mulai menjalari.***