Sobat, setiap orang (termasuk yang masih bocah) tentu punya cita-cita, harapan, keinginan yang ingin diwujudkan. Cita-cita inilah yang hakekatnya menggerakkan kehidupan setiap manusia. Tanpa harapan dan cita-cita manusia akan statis alias mandeg dalam kehidupannya. Dia tak akan bergerak maju, sebab ia tak memiliki keinginan untuk bergerak maju, tak punya harapan tentang kehidupan yang lebih mapan, tak punya cita-cita yang menjanjikan di hari depan. Meski secara fisik ia hidup, namun secara substansi ia telah mati, karena sama sekali tak lagi punya ambisi. Hanya ambisi dan keinginan yang dapat membedakan makhluq hidup dengan makhluq mati. Hanya harapan dan cita-cita yang dapat menggerakkan manusia untuk selalu dan selalu berusaha, berkarya dalam rangka mencapai apa yang dicita-citakannya.
Sobat, cita-cita sebaiknya diselaraskan dengan realitas kemampuan. Cita-cita alias harapan yang tidak berpijak pada potensi diri, tak berlandas pada kemampuan yang dipunyai, namanya bukan lagi cita-cita tapi hanya sebatas angan-angan belaka. Cita-cita yang membumbung tinggi yang tak imbang dengan potensi, dalam peribahasa disebut seperti punguk merindukan bulan. Tangeh lamun, untuk tak disebut mustahil dapat direalisasikan, itulah sebutannya.
Singkat kata, cita-cita silahkan digantung setinggi langit, namun kita tetap perlu menakar diri, mungkinkah apa yang dicita-citakan masuk logika untuk diwujudkan dalam kenyataan ? Namun, yang lebih penting adalah cita-cita jangan hanya diangankan, tapi perlu dirintis untuk diusahakan alias diupayakan. Cita-cita bila dibiarkan tanpa ada upaya itu ngelamun alias berhayal saja namanya. Orang yang dalam hidupnya selalu berandai-andai tanpa ada upaya rintisan apapun untuk mewujudkan yang diandaikan, berhayal saja itu namanya. Pun, orang yang berandai-andai tapi sangat jauh dari potensi dan kemampuan yang dia punya, dia disebut panjang angan-angan, yang sangat tidak sehat bagi kesehatan pikiran. Baca lebih lanjut →