Posts Tagged ‘sahabat’

Benci – Cinta Berlandas Kebenaran

Sobat,  pernahkah sampean merasa marah  dan benci pada seseorang? Marah dan benci adalah sesuatu  perasaan yang manusiawi, yang sengaja  dicipta Allah pada setiap diri manusia. Dengan kata  lain, rasa marah, senang, benci, rindu dan cinta serta berbagai jenis perasaan  lainnya adalah sesuatu  yang manusiawi,  yakni potensial ada  pada  diri manusia.  Hanya saja, Tuhan memerintahkan pada  diri manusia untuk mengendalikan segala “rasa” tadi, tidak diumbar sedemikian rupa, namun juga tak  dimatikan saja.

Nafsu amarah misalnya, ia perlu diatur dan dikendalikan agar kemarahan jangan sampai membuat manusia yang sedang marah kehilangan kontrol diri yang menyebabkannya menjadi mbedal bak kuda binal. Bila kemarahan tak  terkendalikan sang  manusia bisa menjadi seperti setan yang dalam bahasa Jawa nya disebut kesetanan. Islam mengajarkan agar seseorang yang  dilanda rasa  marah  hendaknya berusaha mengendalikannya dengan  cara  duduk untuk meredakan.  Jika masih marah, hendaknya berwudlu. Dan bila masih tetap  marah, segeralah sholat.

Tapi rasa amarah, jangan pula dimatikan, sehingga berubah menjadi manusia bak sebongkah batu  saja. Harga diri dilecehkan tidak marah, anak istri dilecehkan tidak tersinggung, malah mbregegek  diam penuh kesabaran.  Bahkan, ketika Tuhan, nabi dan agamanya dihina orang, tetap saja dia diam membisu tanpa tersirat kemarahan apatah lagi  pembelaan.  Sikap seperti itu sama sekali bukanlah bagian dari pengamalan ajaran Islam. Baca lebih lanjut

Pahami Rakyat, Pahami Anak Buah

Sobat, saya ingin tanya pada sampean, adakah manusia sempurna di atas dunia ? Kalau menurut saya sih, tak mungkin ada  manusia sempurna, karena kesempurnaan hanya menjadi sifat Allah Ta’ala.  Bahkan, Nabi pun adalah manusia biasa, yang tak mungkin punya sifat sempurna. Sebab,  kesempurnaan sendiri sama artinya bersih dari kekurangan  dan kekeliruan. Padahal nabipun pasti pernah melakukan kekeliruan, meskipun ia langsung ditegur tuhannya lantas bersegera taubat karenanya.

Sobat, sekali lagi ini menurut saya, bahwa setiap  orang punya kelebihan tapi sekaligus kekurangan.  Dengan kesadaran ini, maka tidak sekali-kali siapa saja yang sedang jaya, merasa  diri sebagai manusia utama di atas  dunia. Tidak sekali-kali akibat merasa diri sebagai manusia hebat, lantas bersikap dumeh alias sok pada orang di bawahnya. Setiap orang punya makom (kedudukan) nya masing-masing. Ada siswa mahir di bidang eksakta, namun lemah dalam bahasa. Ada dosen ahli sejarah, tapi tak paham tentang rumus matematika dan atau pelajaran IPA. Ada seorang ekonom yang brillian, tapi ia buta dalam soal agama. Pokoknya, setiap orang punya kelebihan tapi juga punya kelemahan, sehingga jangan berlagak sok-sokan.

Hal-hal seperti inilah yang perlu dipahami dosen terhadap para siswanya, perlu dipahami para pemimpin terhadap anak  buahnya, perlu dipahami orang tua pada  anak-anaknya. Bahwa siswa, anak buah, anak kandung punya kelebihan sendiri-sendiri disamping kelemahan yang dia miliki. Oleh karena itu,  perlakuan mereka jangan distandardkan secara kaku beku tanpa kompromi. Baca lebih lanjut

Kegelisahan Berasal Dari Kesalahan

Sobat, ingatkah sampean pada sebuah hadits yang pernah kita baca bersama, ketika  di madrasah dulu? Itu  lho, hadits  tentang definisi kemunkaran. Ingat kan ? Nabi  ketika ditanya oleh sahabatnya, apa tanda-tanda  suatu perbuatan adalah sebuah kemunkaran ? Nabi  menjawab, segala perbuatan yang menimbulkan kegelisahan di hati pelakunya.

Sobat, jawaban Nabi itu memang singkat, tapi sangat padat, plus sangat tepat. Setelah kurenung-renungkan apa yang  disabdakan Nabi memang akurat sekali. Sebab, siapapun yang melakukan kemungkaran pasti  akan merasakan kegelisahan. Ketika bohong,  gelisah takut ketahuan kebohongannya. Tatkala mencuri, gelisah takut ketahuan si pemiliknya. Waktu berzina, gelisah takut kepergok siapa saja. Ketika ngintip, tlingak-tlinguk dahulu takut pula ada yang tahu. Bahkan, sekecil apapun sebuah kemungkaran, pasti si  pelaku akan dilanda kegelisahan. Tentu saja, tingkat kegelisahan tergantung pula pada tingkat kemungkaran yang dilakukan. Semakin besar kemungkaran, semakin besar pula kegelisahan.

Namun, sobat, tingkat kegelisahan, pada akhirnya juga terkait dengan tingkat kesadaran nurani, rasa malu di hati,  dan kepekaan budi. Ketika seseorang telah sangat terbiasa melakukan kemungkaran bin kejahatan,  maka tingkat  kegelisahan bisa menipis,  kendati pasti masih tetap ada. Apa pasal ? Karena hatinya sudah membatu, itulah ungkapan yang biasa kita ucapkan. Orang model ini,  Allah telah menutup hati dan pendengaran mereka, begitu juga dengan penglihatan mereka  dari nilai-nilai kebajikan. Khotamallaahu ‘alaa quluubihim wa’alaa sam’ihim wa’alaa abshoorihim ghisyaawatun walahum ‘adzaabun ‘adziim  (Q.S. AlBaqoroh: 7). Baca lebih lanjut

Ambil Keutamaan Meski dari Anak Belia

Sobat, ingatkah sampean  pada sebuah pepatah, “telor meski keluar dari dubur ayam tetap enak dimakan plus menyehatkan,  sedangkan sesuatu meski keluar dari dubur pejabat pasti barang najis dan sangat menjijikkan”. Artinya apa ? Maknanya kita diajarkan untuk melihat sesuatu jangan sekedar di permukaan alias kulitnya saja, tapi hendaknya mencermati lebih detail tentang substansi alias isinya. Segala sesuatu jangan hanya ditakar berdasar penampilannya, tapi dinilai secara utuh dan paripurna.

Jika kita hanya berhenti menilai sesuatu pada kulitnya saja, niscaya amat sangat mungkin menyesatkan kita. Buah manggis misalnya, boleh saja hitam kulitnya, tapi isinya ternyata sangat putih dan enak rasanya. Durian boleh pula berduri kulitnya, tapi legit pula  rasanya. Dus, jika kita menilai durian dan manggis hanya pada penampilan kulitnya, maka kita tak akan memperoleh isinya yang sangat berharga.

Sobat, hal yang sama berlaku ketika kita mengukur hubungan kemanusiaan. Kita menakar dan menilai mereka jangan pada penampilan,  karena itu amat sangat menyesatkan. Sekarang ini banyak sekali orang punya sedan sebagai kendaraan, tapi tak tahunya hasil kreditan.  Mereka tinggal di gedung mewah  bin megah, tapi tiap bulan dibebani oleh hutang yang harus dibayarkan. Kepala nyut-nyutan tiap bulan, karena harus mengalokasikan anggaran untuk  melunasi kreditan. Padahal, banyak orang kampung dengan rumah sederhana, kemana-mana naik omprengan saja, tapi tak dibebani hutang dalam kehidupannya. Nah,  menurut sampean, mana yang lebih kaya antara mereka yang tampil dengan trendy tapi didanai oleh pinjaman  atau mereka yang tampil sederhana tapi seratus persen menjadi hak miliknya ? Baca lebih lanjut

Keutamaan Tak Ditentukan Usia, Tapi Karya

Sobat, belasan tahun lalu, ketika masih kuliah saya sempat mendebat dosen. Saya yakin betul bahwa  pendapatnya salah, dan pendapatku yang betul.  Apalagi saya membawa pula referensi pemikiranku, yakni buku yang telah kubaca. Tahukan sampean, apa kata dosen saya?, Menurutnya, dengan nada agak marah, pendapatnya benar juga, sebab referensinya berbeda. Dia janji akan bawa referensi alternatif pada lain  hari. Janji tinggal janji, janji itu tidak pernah ditepati.  Hari berikutnya, ia tak jadi menunjukkan rujukannya, dan saya pun enggan menagihnya. Sobat, apa makna di sebalik peristiwa itu  ?  Maknanya, sebagai dosen, ia merasa lebih tahu dibanding mahasiswanya. Ketika dikoreksi ia  merasa gengsi, karena telah menakar  diri sebagai orang yang mumpuni.

Ketika  SMA saya juga sempat mengoreksi  kekeliruan bacaan  alQur’an seorang tua, yang kebetulan membaca  disamping saya. Aneh!!!, bukannya dia berterima kasih, tapi ia malah melototkan matanya pada saya. Sobat, lagi-lagi, si orang tua merasa gengsi menerima koreksi, nasehat, saran dari orang yang jauh lebih muda.

Sobat, apakah arogansi usia menggejala pada setiap orang yang berusia lebih tua  atas yang  muda?.  Sebab, terlalu sering kita mendengar ungkapan, “tahu apa kamu anak kecil”, “kamu kan masih anak bau kencur”, serta masih seabreg ungkapan senada. Arogansi usia, senior atas yunior, orangtua pada anak,  dosen/guru pada mahasiswa/murid,  kyai pada santri, atasan pada bawahan  bila dilanggengkan sangat berbahaya bagi kemajuan.  Bukankah demikian sobat ? Arogansi senioritas model ini dapat menghambat kemajuan, karena ide kreatif si muda selalu dihadang kaum tua. Makin bahaya lagi, arogansi model ini dapat melanggengkan kekeliruan yang dilakukan senior, orang tua, dosen/guru, Kyai  tanpa mau dikoreksi.

Dari perspektif Islam, arogansi senioritas model begini sama sekali tak dibenarkan. Karena Islam mengajarkan keutamaan bukan berdasar pada umur, pangkat, jabatan,jenis kelamin, kekayaan,  tapi mengukur keutamaan berdasar parameter budi pekerti, ketaqwaan, kedermawanan, dan yang tak kalah penting ilmu pengetahuan. Inna akromakum ‘indalla-hi atqo-kum: sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah  adalah yang paling bertaqwa (AlQur’an), tak peduli kaya atau miskin, muda atau tua, penguasa atau rakyat jelata.  Bukankah demikian sobat ?  Saya yakin, sampean lebih tahu  dariku. Baca lebih lanjut

Waspadai Musuh Persatuan-Persaudaraan

Sobat,  terus terang, akhir-akhir ini saya merasa agak gundah dengan kehidupan keagamaan kita, umat Islam. Lho, kok bisa ?  Kenapa ?  Bukankah, animo masyarakat dalam mengkaji Islam kian membahana di seluruh dunia ? Bukankah  masyarakat kita makin banyak yang berbaris menunaikan haji ke tanah suci ? Bukankah pula, lautan jilbab kian mewarnai  keseharian bumi kita ?  Lantas apa yang disedihkan? Itulah mungkin seabreg tanda tanya dari sampean.

Serentetan pertanyaan yang mungkin sampean ajukan memang benar adanya. Cuma, satu  hal sampean masih perlu mencermati lagi yakni fenomena maraknya pemikiran aneh-aneh di kalangan umat  yang kian memprihatinkan. Bungkusnya bisa macam-macam, dan merk yang mereka tampilkan juga bisa kebarat-baratan. Tulisan-tulisan sebagai ekspresi pemikiran mereka juga diramu dengan bahasa yang genit. Mungkin, agar terkesan trendy dan terasa catchy. Itu hanya mungkin lho ? Hanya analisis dan bukan su’udzon. Mereka ada yang menyelenggarakan jum’atan pria-wanita dengan imamnya  seorang wanita seperti yang  sempat terjadi di Amerika. Ada pula masjid khusus cewek  yang sempat berdiri di  Belanda. Di negeri kita pun bermunculan pikiran-pikiran tak kalah nyleneh dan aneh nuansanya. Terus terang, sobat, kenyataan itulah yang membuat saya gundah, bingung,  sedih. Memang  sih, pemikiran aneh ini sedikit sekali. Tapi, ekspose pemikiran mereka  di media tak ketulungan hebatnya. Baca lebih lanjut